A. Makna Al – Karim ( Yang Maha Mulia)
Orang yang masih
dalam perjalanan sangat teringin untuk cepat sampai kepada Allah s.w.t. Dia
terpesona melihat keadaan orang-orang yang telah sampai. Kadang-kadang timbul
rasa tidak sabar untuk ikut sama sampai kepada tujuannya. Perasaan tidak sabar
akan menimbulkan harapan atau cita-cita agar ada seseorang yang dapat menolong
mengangkatnya. Orang yang diharapkan itu mungkin terdiri daripada mereka yang
telah sampai atau mungkin juga dia menaruh harapan kepada wali-wali ghaib dan
malaikat-malaikat. Maksud dan tujuannya tidak berubah, iaitu sampai kepada
Allah s.w.t tetapi dalam mencapai maksud itu sudah diselit dengan harapan
kepada selain-Nya. Ini bermakna sifat bertawakal dan berserah dirinya sudah
bergoyang. Sebelum dia terjatuh, Hikmat 47 ini menariknya supaya berpegang
kepada al-Karim. Walau kepada siapa pun diletakkan harapan namun, harapan dan orang
berkenaan tetap mencari al- Karim. Tidak ada harapan dan cita-cita yang dapat
melepasi al-Karim.
Al-Karim
adalah salah satu daripada Asma-ul-Husna. Nama ini memberi pengertian istimewa
tentang Allah s.w.t. Al-KariIm bermaksud:
1. Allah s.w.t Maha Pemurah.
2. Allah s.w.t memberi tanpa diminta.
3. Allah s.w.t memberi sebelum diminta.
4. Allah s.w.t memberi apabila diminta.
5. Allah s.w.t memberi bukan kerana permintaan, tetapi cukup sekadar
harapan, cita-cita dan angan-angan hamba-hamba-Nya. Dia tidak mengecewakan
harapan mereka.
6. Allah s.w.t memberi lebih baik daripada apa yang diminta dan
diharapkan oleh para hamba-Nya.
7. Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya. Tidak dikira berapa banyak diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
7. Allah Yang Maha Pemurah tidak kedekut dalam pemberian-Nya. Tidak dikira berapa banyak diberi-Nya dan kepada siapa Dia memberi.
8. Paling penting, demi kebaikan hamba-Nya sendiri, Allah s.w.t memberi
dengan bijaksana, dengan cara yang paling baik, masa yang paling sesuai dan
paling bermanafaat kepada si hamba yang menerimanya.
Berikut firman
Allah :
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ
بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Wahai manusia, apa yang telah memperdayai
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.” (QS.
Al-Infithaar: 6).
B. Makna Al – Mu’min ( Yang Maha
Terpercaya )
1. Pengertian
Sifat Allah Al – Mu’min
artinya "Allah Maha Pemberi Keamanan". Keamanan merupakan kebutuhan
penting bagi manusia. Kehidupan akan terasa nyaman dan berjalan semestinya
karena adanya keamanan. Negara yang tidak aman sulit melaksanakan pembangunan.
Kehidupan masyarakat akan terancam bila tidak ada keamanan. Kita lihat
bagaimana negara yang sedang dalam peperangan.
Keamanan dan rasa
aman yang kita peroleh tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Ketenangan hati
hanya didapat bila kita dekat denmgan Allah, rajin membaca Al - Qur'an, rajin
sholat, dan lain - lain. Ketidak nyamanan bukan hanya akibat ulah manusia tapi
bisa juga karena binatang buas, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah
longsor dan lain - lain. Ada orang yang merasa tidak aman walaupun situasinya
aman dan tentram. Sebaliknya ada orang yang merasa, tenang, tidak gelisah
walaupun situasi dan keadaan genting dan kacau.
2. Contoh dan bukti sederhana
Contoh dan bikti
sederhana bahwa Allah bersifat Al – Mu’min dapat kita lihat dalam diri kita
sendiri. Seperti pada tubuh kita, Allah menciptakan alis di atas mata yang berfungsi
melindungi mata dari keringat yang jatuh, bulu mata melindungi mata dari debu
dan binatang - binatang kecil.
Bukti lain diluar
tubuh kita seperti ketika Rasulullah ingin Hijrah dari Mekkah ke kota Madinah.
Pada malam keberangkatan Nabi Muhammad, sekeliling rumah Nabi telah di pagar
betis oleh orang - orang Quraisy yang ingin membunuh Nabi Muhammad Saw. Akan
tetapi dengan sifat Al - Mukmin Allah telah memberi keselamatan kepada
Rasulullah. Rasulullah dengan aman dapat keluar dari rumah dan meninggalkan
kota Mekkah menuju Madinah.
Orang yang beriman
kepada Allah Al – Mu’min akan selalu tenang dan tidak gegabah dalam menghadapi
setiap keadaan dan situasi yang genting dan kacau sekalipun.
3. Meneladani Sifat Al Mu'min
·
Menenangkan teman yang sedang merasa takut
·
Tidak mengganggu teman
·
Menjaga diri sendiri dari ancaman dan gangguan orang atau
makhluk lain
·
Tidak takut kepada apapun, kecuali kepada Allah
4. Kesimpulan
Sifat Allah Al
Mu'min ini menerangkan bahwa Allah memberi rasa aman dan tenteram dalam hati
hamba-Nya. Polisi, tentara, dan satpam mencoba meneladani sifat Al Mu'min ini
dengan menjaga keamanan lingkungan.Jadi jika kita ingin selalu aman dan
tentram, kita harus selalu ingat kepada Allah Swt. karena Allah memberi rasa
aman dan ketentraman dalam hati hambah-Nya.
C. Makna Al – Wakiil ( Yang Maha
Mewakili / Pemelihara)
Al – Wakiil artinya Dzat yang maha memelihara, yaitu Dia yang memelihara
dan mengurusi segala kebutuhan makhlukNya, baik itu dalam urusan dunia maupun
urusan akhirat.
Allah memerintahkan agar kita bersifat :
1. Beriman dan bertakwa kepada Allah SWT
2. Mempelajari dan memahami Al-Quran/Hadist
3. Memegang amanah dengan sebaik-baiknya
4. Menjadikan Allah SWT sebagai satusatunya
pelindung
5. Hanya menyembah dan meminta pertolongan
kepada Allah SWT
Berikut firman Allah :
1. QS. 'Ali `Imran [3] : 173
ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَٰنًاوَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
Artinya : (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang
kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung".
2. QS. Al-An'am (Al-An'am) [6] : ayat 102
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ
لا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
وَكِيلٌ
Artinya : (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah
Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah
Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.
3. QS. Az-Zumar [39] : ayat 62
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيْءٍ وَكِيلٌ
Artinya : Allah menciptakan segala
sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.
D. Makna
Al – Matiin ( Yang Mahakokoh )
Al – Matiin Artinya Dzat yang
sangat kokoh, yaitu Dia sangat kokoh dan berkekuatan yang tidak pernah luntur.
Kokoh diatas segala-galanya diseluruh kekuasaanNya.
Kekukuhan Allah yang memiliki
rahmat dan azab terbukti ketika Allah memberika rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya
tidak ada apapun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya.
Demikian juga tidak ada kekuatan yang dapat mencegah pembalasan NYA. Kemurkaan
dan azab NYA akan mengenai sasaran tanpa meleset sedikitpun atau sekali pun.
Melalui sifat ini, Allah
memerintahkan agar manusia memiliki sifat seperti :
1. Hanya menyembah Allah SWT yang maha kokoh
2. Selalu berprasangka baik kepada Allah SWT
3. Tidak enggan beribadah untuk kepentingan
sendiri
4. Memohon rezeki hanya kepada Allah SWT
5. Menjaga diri sendiri dengan baik dan benar
Firman Allah SWT :
1. Al-A’raf ayat 183
وَأُمْلِي لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
Artinya : Dan Aku memberi tangguh
kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.
2. Az-Zariyat ayat 58
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya : Sesungguhnya Allah
Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
E. Makna Al – Jami’ ( Yang Maha
Mengumpulkan)
Jami’ berasal dari kata
jama’ah yang artinya kumpulan, lebih dari satu, banyak. Allah bersifat al-Jami’
artinya Allah maha mengumpulkan/mempersatukan.
Selain Allah akan
mengumpulkan kita nanti pada hari kiamat, Allah al-jami’ juga dapat kita
buktikan dalam kehidupan ini.
Ada dua pelajaran yang
dapat kita petik dari asma Allah al-Jami’.
Pertama Allah akan
mengumpulkan kita nanti pada hari Akhir.
Kedua, sebagai khalifah, wakil yang dipercaya
Allah untuk mengatur kehidupan alam semesta ini. Kita harus membumikan al-Jami’
dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator untuk terbentuknya persatuan
dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga menjadi satu kesatuan
sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan. Jagalah persatuan dan
kesatuan sistem kehidupan, bertanggungjawablah pada tugas dan fungsi
masing-masing. Jangan merasa diri yang paling baik dan paling benar. Karena
hanya Allah yang bisa memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Jangan
sok tahu dengan menghakimi orang lain salah, dan kemudian kita menarik diri
dari tugas dan fungsi kita dalam system kehidupan.
Berikut firman Allah :
1. QS. Aali 'Imran (Ali 'Imran)
[3] : ayat 9
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan
manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan
padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
2. QS. An-Nisaa' (An-Nisa') [4] : ayat 140
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di
dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta
mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya
(kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya
Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di
dalam Jahanam,
F. Makna Al – ‘Adl ( Yang Maha Adil )
Kata ini adalah kata
dasar, di mana Allah menyifatkan diri-Nya sebagai sifat mubalaghah, yakni
bersifat adil yang sempurna. Dia bersih dari sifat aniaya, baik dalam hukum-Nya
maupun dalam perbuatan-Nya. Di antara hukum-Nya mengenai hak hamba-hamba-Nya
adalah, bahwasanya tidak ada bagi manusia itu kecuali apa yang dia usahakan,
dan bahwa hasil dari segala usahanya itu akan dilihatnya. Sesungguhnya
orang-orang yang saleh berada di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan, dan
bahwa orang-orang durhaka akan dimasukkan ke dalam api neraka jahanam.
Berikut adalah firman
Allah tentang berlaku adil :
1. “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan ...” (an-Nahl: 90)
2. “Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil”. (al-Ma’idah: 8)
Kata ‘adl adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘adala
– ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udûlan – wa
‘adâlatan (عَدَلَ – يَعْدِلُ – عَدْلاً – وَعُدُوْلاً - وَعَداَلَةً) . Kata
kerja ini berakar pada huruf-huruf ‘ain
(عَيْن), dâl (دَال), dan lâm (لاَم), yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwâ’’ (اَلْاِسْتِوَاء
= keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijâj’ (اَلْاِعْوِجَاج = keadaan menyimpang). Jadi
rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni
‘lurus’ atau ‘sama’ dan ‘bengkok’ atau ‘berbeda’. Dari makna pertama, kata ‘adl
berarti ‘menetapkan hukum dengan benar’. Jadi, seorang yang ‘adl adalah
berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran
ganda. ‘Persamaan’ itulah yang merupakan makna asal kata ‘adl, yang menjadikan
pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada
dasarnya pula seorang yang ‘adl “berpihak kepada yang benar” karena baik yang
benar maupun yang salah sama-sama harus mem peroleh haknya. Dengan demikian, ia
melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.
Al-Ashfahani menyatakan
bahwa kata ‘adl berarti ‘memberi pembagian yang sama’. Se mentara itu, pakar
lain men definisikan kata‘adl dengan
‘penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya’. Ada juga yang menyatakan
bahwa ‘adl adalah ‘memberikan hak kepada pemilik nya
melalui jalan yang terdekat’. Hal ini sejalan dengan pendapat Al-Maraghi yang
memberikan makna kata ‘adl dengan ‘menyampaikan hak kepada pemiliknya secara
efektif’.
Kata ‘adl (عَدْل) di
dalam berbagai bentuk nya terulang sebanyak 28 kali di dalam Al-Qur’an. Kata
‘adl sendiri disebut kan 13 kali, yakni pada QS. Al-Baqarah [2]: 48, 123, dan
282 (dua kali), QS. An-Nisâ’ [4]: 58, QS. Al-Mâ’idah [5]: 95 (dua kali) dan
106, QS. Al-An‘âm [6]: 70, QS. An-Nahl [16]: 76 dan 90, QS. Al-Hujurât [49]: 9,
serta QS. Ath-Thalâq [65]: 2.
Kata ‘adl di dalam
Al-Qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya.
Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut penelitian
M. Quraish Shihab bahwa —paling tidak— ada empat makna keadilan.
Pertama, ‘adl di dalam
arti ‘sama’. Pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam Al-Qur’an,
antara lain pada QS. An-Nisâ’ [4]: 3, 58, dan 129, QS. Asy-Syûrâ [42]: 15, QS.
Al-Mâ’idah [5]: 8, QS. An-Nahl [16]: 76, 90, dan QS. Al-Hujurât [49]: 9. Kata
‘adldengan arti ‘sama (persamaan)’ pada ayat-ayat tersebut yang dimaksud adalah
persamaan di dalam hak. Di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 58, misalnya ditegas kan, Wa izâ hakamtum bain an-nâsi an tahkumû bi
al-‘adl (وَاِذَاحَكَمْتُمْبَيْنَالنَّاسِاَنْتَحْكُمُوْابِالْعَدْلِ = Apabila [kamu] menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil). Kata ‘adl di dalam ayat ini diartikan ‘sama’, yang mencakup
sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan. Yakni, menuntun
hakim untuk menetapkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam posisi yang sama, misalnya
tempat duduk, penyebutan nama (dengan atau tanpa embel-embel penghormatan),
keceriaan wajah, ke sungguhan mendengarkan, memikirkan ucapan mereka, dan
sebagainya, yang termasuk di dalam proses pengambilan keputusan. Menurut
Al-Baidhawi bahwa kata ‘adl bermakna ‘berada di pertengahan dan mempersamakan’.
Pendapat seperti ini dikemukakan pula oleh Rasyid Ridha bahwa keadilan yang
diperintahkan di sini dikenal oleh pakar bahasa Arab; dan bukan berarti
menetapkan hukum (memutuskan perkara) berdasarkan apa yang telah pasti di dalam
agama. Sejalan dengan pendapat ini, Sayyid Quthub menyatakan bahwa dasar
persamaan itu adalah sifat kemanusiaan yang dimiliki setiap manusia. Ini
berimplikasi bahwa manusia memunyai hak yang sama oleh karena mereka sama-sama
manusia. Dengan begitu, keadilan adalah hak setiap manusia dengan sebab
sifatnya sebagai manusia dan sifat ini menjadi dasar keadilan di dalam
ajaran-ajaran ketuhanan.
Kedua, ‘adl di dalam
arti ‘seimbang’. Pengertian ini ditemukan di dalam QS. Al-Mâ’idah [5]: 95 dan
QS. Al-Infithâr [82]: 7. Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya
dinyatakan, Alladzî khalaqaka fa-sawwâka
fa-‘adalaka (اَلَّذِىْخَلَقَكَفَسَوَّاكَفَعَدَلَكَ = [Allah] Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu
dan men jadi kan [susunan tubuh]mu seimbang). M. Quraish Shihab menjelaskan
bahwa keseimbangan ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat
beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar
tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat yang
ditetapkan, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan ke hadiran
nya. Jadi, seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau
berkurang dari kadar atau syarat yang seharusnya maka pasti tidak akan terjadi
keseimbangan (keadilan). Keadilan di dalam pengertian ‘keseimbangan’ ini
menimbulkan keyakinan bahwa Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui
mencipta kan serta mengelola segala sesuatu dengan ukuran, kadar, dan waktu
tertentu guna men capai tujuan. Keyakinan ini nantinya meng antarkan kepada
pengertian ‘Keadilan Ilahi’.
Ketiga, ‘adl di dalam
arti ‘perhatian ter hadap hak-hak individu dan memberi kan hak-hak itu kepada
setiap pemiliknya’. Pengertian inilah yang didefinisikan dengan ‘menempatkan
sesuatu pada tempatnya’ atau ‘memberi pihak lain haknya melalui jalan yang
terdekat’. Lawannya adalah ‘kezaliman’, yakni pelanggar an terhadap hak-hak
pihak lain. Pengertian ini disebutkan di dalam QS. Al-An‘âm [6]: 152, Wa Idzâ qultum fa‘dilû wa-lau kâna dzâ qurbâ
(وَاِذَاقُلْتُمْفَاعْدِلُوْاوَلَوْكَانَذَاقُرْبَى = Dan apabila kamu berkata maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun
dia adalah kerabat[mu]). Pengertian ‘adl seperti ini melahirkan keadilan
sosial.
Keempat, ‘adl di dalam
arti ‘yang dinisbah kan kepada Allah’. ‘Adl di sini berarti ‘memelihara
kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi
dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak ke mungkin an untuk itu’. Jadi,
keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan Allah
mengan dung konsekuensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh
sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah memiliki hak atas semua yang ada,
sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya. Di dalam
pengertian inilah harus dipahami kandungan QS. آli ‘Imrân [3]: 18, yang
menunjukkan Allah swt. sebagai Qâ’iman bi
al-qisth (قَائِمًابِِالْقِِسْط = Yang
menegakkan ke adilan).
Di samping itu, kata
‘adl digunakan juga di dalam berbagai arti, yakni (1) ‘kebenaran’, seperti di
dalam QS. Al-Baqarah [2]: 282; (2) ‘menyandar kan perbuatan kepada selain Allah
dan, atau menyimpang dari kebenaran’, seperti di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 135;
(3) ‘membuat sekutu bagi Allah atau mempersekutukan Allah (musyrik)’, seperti
di dalam QS. Al-An‘âm [6]: 1 dan 150; (4) ‘menebus’, seperti di dalam QS.
Al-Baqarah [2]: 48, 123 dan QS. Al-An‘âm [6]: 70.
‘Adl/Al-‘Adl (عَدْل)
merupakan salah satu al-asmâ’ al-husnâ, yang menunjuk kepada Allah sebagai
pelaku. Di dalam kaidah bahasa Arab, apabila kata jadian (mashdar) digunakan
untuk menunjuk kepada pelaku, maka hal tersebut mengan dung arti
‘kesempurnaan’. Demikian halnya jika dinyatakan, Allah adalah Al-‘Adl (اَلْعَدْل
= keadilan), maka ini berarti bahwa Dia adalah pelaku keadilan yang sempurna.
Dalam pada itu, M.
Quraish Shihab menegaskan bahwa manusia yang bermaksud meneladani sifat Allah
yang ‘adl (عَدْل) ini—setelah meyakini keadilan Allah—dituntut untuk me negak
kan ke adilan walau terhadap keluarga, ibu bapak, dan dirinya, bahkan terhadap
musuhnya sekalipun. Keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya dan
terhadap dirinya sendiri, yakni dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya
sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama; bukan
menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama. Karena jika
demikian, ia justru tidak berlaku ‘adl, yakni menempatkan sesuatu pada
tempatnya yang wajar.
Perbuatan Allah Yang
Tergolong Asmaul Husnah :
1.
Menciptakan alam semesta beserta isinya
2.
Dapat menkukr Dosa manusia
3.
Selalu menjadi hakim yang adil
Contoh perbuatan yang
mencerminkan Al’adl :
1.
Tidak membedakan-bedakan sesuatu
2.
Memberi tugas dengan adil
3.
Dalam menghadapi masalah harus
diselesaikan dengan melihat yang salah dan benar
4.
Dalam membagi sesuatu harus adil
Cara kita untuk
mewujudkanya adalah dengan melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin dan selalu
ingat Allah swt serta jangan mementinkan
kelompok tertentu saja tanpa memikirkan mana yang harusnya dilakukan.
G. Makna Al – Akhir ( Yang Maha Akhir )
Asma Allah Al-Akhir berarti
Dzat Yang Maha Akhir. Maha Akhir disini dapat diartikan bahwa Allah SWT adalah
Dzat yang paling kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua
makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah SWT tetap ada dan kekal. Pemahaman
tentang Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Akhir ini tidak bisa disamakan dengan
pengertian bahwa Allah adalah akhir dari segala-galanya. Inilah yang membedakan
antara Allah SWT sebagai Sang Khalik (Sang Pencipta) dengan makhluk (yang
diciptakan). Makhluk mempunyai awal yang berupa penciptaannya dan mempunyai
akhir pada saat dia sudah hancur atau mati. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Q.S. Ar-Rahman (55): 26-27 sebagai berikut. Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal
Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Ar-Rahman (55):
26-27)
Sebagai Dzat Yang Maha Akhir,
Allah SWT akan tetap abadi dan kekal. Keabadian dan kekekalan Allah SWT
tersebut menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya tempat bergantung atas segala
urusan kita, baik urusan di dunia maupun urusan-urusan yang akan kita bawa
sampai ke akhirat kelak. Sungguh sangat merugi orang-orang yang menggantungkan
hidupnya pada selain Allah. Karena sesungguhnya setiap yang ada di langit dan
bumi ini akan hancur. Akan tetapi jika kita bersandar penuh pada Sang Maha
Kekal, pastinya kita tidak akan hancur dan terjerumus dalam kesesatan. Karena
sandaran kita tidak akan pernah hancur dan Maha Mengatur segala hal yang
terjadi pada hidup kita. Dialah tujuan dan tempat bergantung yang paling utama
atas segala urusan makhluk-Nya, baik berupa ibadah, harapan, rasa takut,
harapan, keinginan, dan lain-lain. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid (57)
ayat 3: Artinya: Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang
Bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Hadid (57) : 3)
Orang yang mengakui bahwa Allah
adalah Al-Akhir akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang
tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan
segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya. Oleh karena itu, jadikanlah akhir
kesudahan kita hanya kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya akhir kesudahan
hanya kepada Rabb kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung kepada
Allah semata.
Contoh sederhana Al – Akhiir :
Sebagai Dzat Yang Maha Akhir, Allah SWT akan tetap abadi dan kekal.
Keabadian dan kekekalan Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa Dialah
satu-satunya tempat bergantung atas segala urusan kita, baik urusan di dunia
maupun urusan-urusan yang akan kita bawa sampai ke akhirat kelak. Aplikasi dari
Asma Al-Aakhir dalam pebelajaran adalah berdoa sebelum dan setelah pembelajaran
di kelas. Siswa menunjukkan penyerahan diri kepada Allah SWT bahwa mereka akan
belajar dengan sungguh-sungguh dan mengharapkan sebuah kemudahan dalam menyerap
pengetahuan dari pembelajaran kepada Allah SWT. Selalu mengu-capkan basmallah juga menunjukkan bahwa siswa-siswa
menggantungkan doa agar aktivitas mereka selalu berada dalam lindungan Allah
SWT dan berharap agar mendapatkan safaat dan manfaat dari aktivitasnya.
thanks post nya
ReplyDeleteBerguna seklli, terimakasih!
ReplyDeleteThanks..
ReplyDeleteSiip, artikelnya keren..
ReplyDeletePortal Bersama
Sangat membantu . Terimakasih 😊
ReplyDeleteSangat membantu . Terimakasih 😊
ReplyDeletemembantu sekali sayaaaang
ReplyDeleteThanks
ReplyDeletethx.sangad membantu <3
ReplyDelete